Malang,
29 November 2013
Dingin tak ubahnya rintik yang bergelayut membasahi
tuan tanah, merangkul kami dalam percakapan sore itu dalam diam bersama hujan. Kita
masih membungkam satu sama lain. Sempurna kebekuan sore itu, lantas hujan masih
turun dengan lamat-lamat memata-matai kita disini. Kau melirik.
Aku membuka
percakapan itu dengan salam yang teramat kaku. Melirik secara paksa dan hanya
pandangan yang beradu kuat selama beberapa detik. Aku kalah. Detik itu juga
perasaanku mulai meletup-letup di pangkal hati. Entah kenapa perasaan ini tidak
bisa berdamai sedikitpun, kedua tanganku mengepal dibawah kolong meja dan
sesekali kutekuk kakiku dengan sangat kuat.
Kau menarik nafas panjang. Lalu kembali menatapku
dalam diam. Kupikir kau akan mencairkan kebekuan sore ini, nyatanya tidak! Kau kembali
menatap layar handphonemu yang sekali
dua kali berdenting bak irama piano. Terdiam beberapa menit kau akhirnya
bangkit dari diammu. Dengan serius kau menatap kearahku. Dingin tak ubahnya
menjadi tungku pembakaran. Situasi menjadi panas seketika.